Top Navigation Bar

Sabtu, 03 April 2010

Rule of Law and Human Right

Rule of Law
Rule of law atau Rechtsstaat adalah rumusan yuridis yang membatasi kekuasaaan pemerintah pada abad ke-19. Rumusan ini berasal dari gagasan konstitusionalisme (constitutionalism) mengenai cara yang terbaik dalam membatasi kekuasaan pemerintah adalah dengan membuat undang-undang yang menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan pembagian kekuasaan sedemikian rupa, sehingga kekuasaan eksekutif dapat diimbangi oleh kekuasaan perlemen (legislatif) dan lembaga-lembaga hokum (yudikatif). Dengan begitu terbentuklah negara yang demokratis (Trias Politica).

Menurut Carl J. Friedrich, konstitusionalisme adalah gagasan bahwa “pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivitas yang diselengggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintah itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas memerintah” (a set of activities organized and operated on behalf of the people but subject to a series of restraints which attempt to ensure that the power which is needed for such governance is not abused by those who are called upon to do governing).

Friedrich Julius Stahl merumuskan empat unsur-unsur Rechtsstaat dalam arti klasik, yaitu :
a) Hak-hak manusia
b) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.
c) Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur)
d) Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Sedangkan unsur-unsur Rule of Law yang dikemukakan oleh A.V. Dicey dalam Introduction to the Law of the Constitution mencakup :
a) Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum apabila melanggar hukum.
b) Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun pejabat.
c) Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang serta keputusan pengadilan.

Akan tetapi rumusan-rumusan ini hanya bersifat yuridis dan hanya menyangkut bidang hukum saja dan masih dalam batasan yang sempit. Untuk itu diperlukan beberapa syarat dasar agar pemerintahan yang demokratis di bawah Rule of Law dapat berjalan, yaitu :
1) Perlindungan konstitusionil, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara proseduril untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin,
2) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial tribunals),
3) Pemilihan umum yang bebas,
4) Kebebasan untuk menyatakan pendapat,
5) Kebeasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi,
6) Pendidikan kewarganegaraan (civil education)

HAM
Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada manusia secara kodrati. Pengakuan hak asasi manusia lahir dari keyakinan bahwa semua umat manusia dilahirkan bebas dan memiliki maratabat dan hak-hak yang sama. Umat manusia pun dikaruniai akal dan hati nurani, sehingga harus memperlakukan satu sama lain secara baik dan beradab.

Usaha yang dilakukan bangsa-bangsa di dunia dalam melindungi hak asasi manusia secara universal memakan waktu yang sangat panjang. Dimulai sejak sejumlah perjanjian (traktat) dimasukkan ke dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1945. Namun usaha perlindungan hak asasi manusia yang dilakukan oleh suatu Negara telah dimulai jauh sebelum memasuki abad ke-20.
Sejak abad ke-13 perlindungan tentang hak asasi manusia telah dimulai. Di awali dengan bangsa inggris pada tahun 1215 dengan ditanda tanganinya Magna Charta (Piagam Agung) oleh Raja John Lackland, sebagai usaha bangsa inggris dalam melindungi hak-hak asasi warganya dari kesewenang-wenangan sang penguasa. Piagam ini berisi beberapa hak yang diberikan Raja John kepada beberapa bangsawan dan kaum gerejani atas beberapa tuntutan yang diajukan. Piagam ini dibuat untuk melindungi kaum bangsawan dan gerejani dari kekuasaan Raja John yang sangat luas sekaligus membatasi kekuasaan Raja John.

Perkembangan HAM dilanjutkan dengan penandatanganan Petition of Rights pada 1628 oleh Raja Charles I akibat sejumlah tuntutan rakyat yang ada. Dan selanjutnya penanadatanganan Undang-Undang Hak (Bill of Rights) oleh Raja Willem III pada tahun 1689 setelah pada tahun 1688 melakukan revolusi tak berdarah (The glorious revolution of 1688) dan berhasil melakukan perlawanan terhadap Raja James II.

Sebagaimana di inggris, usaha perlindungan hak asasi di perancis lahir dari revolusi yang bertujuan menghancurkan sistem pemerintahan absolut dan menggantinya dengan tatanan pemerintahan yang demokratis. Tujuan revolusi perancis banyak di pengaruhi oleh filsuf-fisuf seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Montesquieu yang bersama-sama dengan Rousseau melahirkan deklarasi hak manusia dan warga Negara pada tahun 1789 yang kemudian melahirkan hak atas kebebasan (liberty), harta (property), keamanan (safety), dan perlawanan terhadap penindasan (resistance to oppression) dalam bentuk Declaration des droits de L’ homme et du citoyen (pernyataan hak-hak manusia dan warga negara) yang merupakan perlawanan terhadap kesewenangan dari rezim lama.

Di amerika, pengalaman bangsa inggris dan perancis menjadi sumbangan dalam perkembangan ham di sana. Hal ini terlihat dari pengaruh ajaran John Locke terhdap kandungan Declaration of Independence Amerika yang disetujui oleh Congres yang mewakili 13 negara baru yang ada. Pada tahun di cetuskannya declaration Perancis, amerika mengeluarkan naskah Bill of Rights (Undang-Undang Hak) yang menjadi bagian dari Undang-Undang Dasar Amerika Serikat pada tahun 1791.

Semua pergejolakan rakyat yang terjadi merupakan proses penegakkan hak-hak rakyat di bawah kekuasaan penguasanya yang sewenang-wenang. Oleh karena itu diperlukan adanya pembatasan kekuasaan pemerintah guna melindungi hak asasi manusia. Dengan begitu pemerintahan yang absolut dapat dihapuskan dan berevolusi menjadi pemerintahan yang demokratis.

Pada abad ke-20 mulailah dicetuskan beberapa hak yang merupakan penyempurnaan, diantaranya adalah empat hak yang dirumuskan oleh presiden amerika, Franklin Delano Roosevelt pada permulaan PD II dengan sebutan The Four Freedoms, yaitu :
1. kebebasan menyatakan pendapat (Freedom of speech)
2. kebebasan beragam (freedom of religion)
3. kebebasan dari ketakutan (freedom from fear)
4. kebebasan dari kemelaratan (freedom from want)

seiring dengan upaya perlindungan ham, maka Komisi hak-hak asasi (Commission on Human Rights) didirikan oleh PBB pada tahun 1946, yang menetapkan secara terperinci beberapa hak ekonomi dan social, disamping hak-hak politik sebagai Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Dan baru pada akhir tahun 1966 perjanjian tentang Hak-Hak Ekonimi, sosial dan budaya (Convenant on Economic, Social, and Culture Rights) serta perjanjian tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Convenant on Civil and political Rights) disetujui secara aklamasi pada sidang umum PBB.

Pengertian dan Definisi HAM
HAM / Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakiakat dan keberadaan manusia sebagai makhluk tuhan yang maha kuasa sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup serta tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun karena merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.

HAM (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).

-Pelanggaran HAM: Kasus Orde Baru
Kondisi sosial Bangsa Indonesia sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, hingga berakhirnya masa Orde lama, dan kemudian digantikan oleh Orde Baru keduanya memiliki kekuasaan yang bersifat sentralistis, presidenlah yang berperan besar.
Pasca turun Soeharto dari panggung politik Indonesia pada Mei 1998 melahirkan eforia reformasi di segala bidang. Reformasi ini disertai dengan berkembangnya isu Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi, otonomi daerah, kekuasaan yang selama ini terpusat di Jakarta, secara perlahan mulai didelegasikan ke bawah dalam hal ini kepada Gubernur dan kepada Walikota dan Bupati. Pada tingkat ini, pengertian HAM dan demokratisasi cenderung dipersepsikan sendiri-sendiri sehingga mereka yang mengusung isu ini mengekspresikannya secara berlebihan, sehingga kadang berbenturan dengan pemerintah pusat atau pemerintah daerah, konflik antar suku, antar kelompok agama serta antar perusahaan dengan lingkungan masyarakat, terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Hal yang sulit terjadi pada masa Orde Baru.
Isu HAM (Hak Asasi Manusia) yang mencuat kepermukaan bukan saja berkait dengan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintahan pada masa lalu, seperti kasus pembantaian G30S/PKI, kasus Tanjung Priok, Haur Koneng, kasus 27 Juli 1996, kasus Situbondo, kasus Tasikmalaya, penangkapan dan pemenjaraan atas aktivis pemuda dan mahasiswa yang berbeda pendapat dengan pemerintah yang berkuasa, DOM di Aceh, kasus Trisakti dan Semanggi, kasus lepasnya Timor-Timor, tetapi juga kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa pasca orde baru seperti berlanjutnya penzaliman terhadap rumah-rumah ibadah, konflik terbuka antara Dayak dan Madura di Kalimantan, konflik terbuka di Ambon dan Poso, perlawanan GAM di Aceh, aktifitas OPM di Papua. Semua bermuatan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Menurut Jeffry Winters, dari Amerika Serikat, sejak Soeharto dijatuhkan Mei 1998, sudah ada 20.000 orang Indonesia yang tewas, jumlah ini lebih banyak dari korban yang jatuh saat Orba berkuasa (Harian SIB, 12/07/2002). Ini mengisyaratkan terjadi penambahan terhadap kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Berdasarkan catatan redaksi sekitar kita (akses 30/12/2003), yang dimasukkan ke dalam kategori pelanggaran HAM semasa Orde Baru adalah sebagai berikut:
Data-Data Pelanggaran HAM Semasa Orde Baru
Tahun Kasus
1965  Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat.
 Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia. Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini.
1966  Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara.
 Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember.
 Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.
67  Koran- koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.
 April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta .
 Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.
1969  Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana .
 Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.
 Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.
 Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik.
1970 - Pelarangan demo mahasiswa.
- Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.
- Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru.
- Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.
1971  Usaha peleburan partai- partai.
 Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar.
 Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak.
 Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.
1972 - Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.
1973 - Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung .
1974  Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh.
 Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar Lubis.
1975 - Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.
- Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.
1977 - Tuduhan subversi terhadap Suwito.
- Kasus tanah Siria- ria.
- Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim.
- Kasus subversi komando Jihad.
1978 - Pelarangan penggunaan karakter- karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia .
- Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.
- Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peritiwa di atas.
1980 - Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang , Pekalongan dan Kudus.
- Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri.
1981 - Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.
1982 - Kasus Tanah Rawa Bilal.
- Kasus Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai.
- Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta . Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.
1983 - Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di muka umum.
- Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.
1984 - Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.
- Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.
- Tuduhan subversi terhadap Dharsono.
- Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur
1985 - Pengadilan terhadap aktivis- aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.
1986 - Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.
- Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta .
- Kasus subversi terhadap Sanusi.
- Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.
1989 - Kasus tanah Kedung Ombo.
- Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.
- Kasus tanah Kemayoran.
- Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari.
- Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.
- Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku. Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI.
1991 - Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.
1992 - Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto.
- Penangkapan Xanana Gusmao.
1993 - Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993
1994 - Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberita-an kapal perang bekas oleh Habibie.
1995 - Kasus Tanah Koja.
- Kerusuhan di Flores.
1996 - Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 19962. Kasus tanah Balongan.
- Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran lingkungan.
- Sengketa tanah Manis Mata.
- Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.
- Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamung-kas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkun-jung di sana .
- Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.
- Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.
- Kerusuhan Sambas – Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember 1996.
1997 - Kasus tanah Kemayoran.
- Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.
1998 - Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998.
- Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta , dua hari sebelum kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.
1999 - Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini terjadi 24 Juli 1999. Pembumi hangusan kota Dili, Timor Timur oleh Militer indonesia dan Milisi pro integrasi. Peristiwa ini terjadi pada 24 Agustus 1999.
- Pembunuhan terhadap seorang mahasiswa dan beberapa warga sipil dalam demonstrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Peristiwa Ini terjadi pada 23 – 24 November 1999 dan dikenal sebagai peristiwa Semanggi II.
- Penyerangan terhadap Rumah Sakit Jakarta oleh pihak keamanan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 Oktober 1999.
Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang terbuka. Beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terbuka seperti yang tersebut pada tabel di atas. Kasus di atas adalah pelanggaran hak asasi manusia dengan pelaku tertuding adalah negara (negara menzalimin warganya). Antara pelaku aparat negara dengan yang bukan aparat negara mempunyai hubungan sebab akibat, antara kekuasaan dan kebenaran. Ini menunjukkan bahwa perlindungan hak asasi manusia di indonesia belum ditegakkan secara penuh. Apalagi kasus munir yang sangat mencuat dan menyita perhatian publik internasional karena hingga sekarang belum ada titik terang.

Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM meliputi:
1. kejahatan genosida;
2. kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
1. Membunuh anggota kelompok;
2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
1. pembunuhan;
2. pemusnahan;
3. perbudakan;
4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
6. penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU NO. 39 Tahun 1999 tentang HAM);
7. perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
9. penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaannya dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 UU No. 39 ahun 1999 tentang HAM); atau
10. kejahatan apartheid.
(Penjelasan Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)

Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM ini pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Materi Undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila, UUD 45 dan TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998.

Hak-hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari:
1. Hak untuk hidup
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
Setiap orang berhak untuk membentuk kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang bebas.
3. Hak mengembangkan diri
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
4. Hak memperoleh keadilan
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.
5. Hak atas kebebasan pribadi
Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.
6. Hak atas rasa aman
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

7. Hak atas kesejahteraan
Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
9. Hak wanita
Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
10.Hak anak
Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Adapun hak-hak warga negara terhadap negara, yaitu :
1) Hak atas kedudukan yang sama di dalam hukum
UUD’45 pasal 27 ayat 1
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Declaration of Human Rights, pasal 7 :
Sekalian orang adalah sama terhadap undang-undang dan berhak atas perlindungan hukum yang sama dengan tidak ada perbedaan. Sekalian orang berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaan yang memperkosa pernyataan ini den terhadap segala hasutan yang ditjukan kepada perbedaan semacam ini.
Covenant on Civil and Political Rights, pasal 26 :
Semua orang adalah sama terhadap hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Dalam hubungann ini, hukum melarang setiap diskriminasi serta menjamin semua orang akan perlindunga yang sama dan efektif terhadap diskriminasi atas dasar apa pun seperti ras, warna kulit, kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, bangsa asal, milik, kelahiran atau kedudukan lain.
Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 tahun 1970 pasal 5 :
I. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang.
II. Dalam perkara perdata pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengetasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

2) Hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak,
UUD’45 pasal 27 ayat 2 :
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Declaration of Human Rights, pasal 25 :
I. Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan keadaan baik untuk dirinya dan keluarganya. Termasuk soal makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya, serta usaha-usaha sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan di waktu mengalami pengangguran, janda, lanjut usia atau mengalami kekurangan nafkah lain-lain karena keadaan yang di luar kekuasaannya.
II. Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak baik yang dilahirkan di dalam perkawinan maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.
Covenant on Economic, Social and Culture Rights, pasal 11 :
I. Negara-negara peserta dalam perjanjian ini mengakui hak semua orang atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya serta keluarganya, termasuk sandang, pangan dan perumahan yang layak, dan perbaikan secara terus-menerus dari lingkungan hidupnya. Negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah yang wajar untuk menjamin terlaksananya hak tersebut, untuk maksud mana diakui kepentingan hakiki dari kerjasama internasional yang didasarkan atas persetujuan yang bebas.
II. Negara-negara peserta dalam perjanjian ini yang mengakui hak-hak dasar setiap orang untuk bebas dari kelaparan, akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas kekuatan sendiri atau melalui kerjasama internasional, termasuk rencana-rencana khusus, untuk :
a) Memperbaiki cara-cara produksi, pengawetan dan distribusi pangan dengan mempergunakan sepenuhya pengetahuan teknik dan ilmu serta dengan menyebarluaskan pengetahuan tentang dasar-dasar ilmu gizi dan dengan memperkembangkan dan memperbaiki system pertanian sedemikian rupa sehingga tercapai perkembangan dan penggunaan sumber-sumber alam secara paling efisien.
b) Dengan memperhitungkan maslah-masalah yang dihadapi baik oleh negara yang mengimpor maupun yang mengekspor bahan makanan, menjamin distribusi persediaan bahan makanan dunia secara merata dan sesuai dengan kebutuhan.
Undang-undang Pokok Tenaga Kerja No. 14 Tahun 1969, pasal 3 :
Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.

3) Hak atas kebebasan berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat,
UUD’45 pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Declaration of Human Rights, pasal 20 :
I. Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berkumpul dan berapat.
II. Tiada seorang jua pun dapat dipaksa memasuki salah satu perkumpulan.
Declaration of Human Rights, pasal 23 ayat 4 :
Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat kerja untuk melindungi kepentingannya.



Covenant on Economic, Social and Culture Rights, pasal 8 :
I. Negara-negara peserta dalam perjanjian ini mengikat diri untuk menjamin :
a) Hak setiap orang untuk membentuk serikat sekerja pilihannya, sesuai dengan peraturan organisasi yang bersangkutan, guna meningkatkan serta melindungi kepentingan-kepentingan ekonomi dan sosialnya. Tiada satu pembatasan pun dapat dikenakan terhadap pelaksanaan hak ini, kecuali yng ditentukan oleh hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis demi kentingan keamanan nasional atau ketertiban umum atau untuk melidungi hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain;
b) Hak bagi serikat sekerja untuk mendirikan federasi atau konfederasi nasional serta hak bagi yang tersebut belakangan untuk membentuk atau menjadi anggota organisasi serikat sekerja internasional;
c) Hak bagi serikat sekerja untuk bertindak secra bebas dan hanya dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum atau untuk melindungi hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain;
d) Hak untuk melancarkan pemogokan, asalkan dijalan menurut ketentuan-ketentuan hukum negara yang bersangkutan.
II. Pasal ini tidak menghalangi diadakanya pembatasan-pembatasan yang sah atas pelaksanaan hak-hak ini oleh anggota-anggota angkatanperang atau kepolisian atau pemerintahan negara;
III. Tiada sesuatu pun dalam pasal ini dapat memberi wewenang kepada negara-negara peserta dalam perjanjian Organisasi Buruh Internasional 1948, mengenai kebebasan berserikat dan perlindungan atas hak berorganisasi, untuk mengambil langkah-langkah legislatif yang dapat membahayakan, atau melaksanakan ketentuan hukum sedemikian rupa sehingga membahayakan jaminan-jaminan yang tercantum dalam perjanjian itu.
Covenant on Civil and Political Rights, pasal 21 :
Hak berkumpul secara bebas diakui. Tiada satu pembatasan pun dapat dikenakan terhadap pelaksanaan hak ini, kecuali yang ditentukan oleh hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis, demi kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan dan moral umum atau perlindungan terhadap hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain.
Covenant on Civil and Political Rights, pasal 22 :
I. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat, termasuk hak untuk membentuk dan ikut serta dalam serikat-serikat sekerja guna melindungi kepentingan-kepentingannya.
II. Tiada satu pembatasan pun dapat dikenakan terhadap hak ini, kecuali yang ditentukan oleh hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis, demi kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan serta moral umum atau perlindungan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain.
III. Tiada sesuatu pun dalam pasal ini yang dapat memberi wewenang kepada negara-negara peserta dalam perjanjian Organisasi Buruh Internasional 1948, mengenai kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi, untuk mengambil langkah-langkah legislatif yang dapat membahayakan, atau melaksanakan ketentuan hukum sedemikian rupa sehingga dapat membahayakan jaminan-jaminan yang tercantum dalam perjanjian tersebut.
Undang-undang Pokok Tenaga Kerja No. 14 tahun 1969, 11 :
I. Tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja.
II. Pembentukan perserikatan tenaga kerja dilakukan secara demokratis.

4) Hak atas kebebasan beragama,
UUD’45 pasal 29
I. Negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
II. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan kepercayaan itu.
Declaration of Human Rights, pasal 18 :
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan bathin dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang tersendiri
Convenant on Civil and political Rights, pasal 18 :
I. Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan batin dan agama. Hak ini mencakup kebebasan untuk memeluk atau menerima agama atau keprcayaan pilihannya, serta kebebasan untuk baik secara priibadi maupun bersama anggota masyarakat lingkunganya serta secara terbuka atau pun tertutup, menyatakan agama atau keprcayaannya melalui ibadah, ketaatan, tindakan dan ajaran;
II. Tak seorang pun dapat dikenakan paksaan sehingga mengakibatkan terganggunya kebebasan untuk memeluk atau menerima agama atau kepercayaannya;
III. Kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya hanya dapat dikenakan pembatasan menurut ktentuan-ketentuan hukum dan yang perlu untuk menjaga keselamatan umum, ketrtiban, kesehatan atau moral atau hak-hak dasar serta kebebasan orang lain;
IV. Negara-negara peserta dalam perjanjiam ini megikat diri untuk menghormati kebebasan orang tua dan dimana berlaku, wali hukum, untuk menjamin pendidikan agam dan moral anaknya menurut keyakinannya masing-masing.

5) Hak atas pembelaan negara, UUD’45 pasal 30.

6) Hak atas pengajaran,
UUD’45 pasal 31
I. Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.
II. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang sudah diatur dengan undang-undang.
Declaration of Human Rights, pasal 18 :
I. Setiap orang berhak mendapat pengajaran. Pengajaran harus dengan Cuma-Cuma, setidak-tidaknya dalam tingkatan sekolah rendah atau tingkatan dasar. Pengajaran sekolah rendah harus diwajibkan. Pengajaran teknik dan vak harus terbuka bagi semua orang dan pelajaran tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kecerdasan.
II. Pengajaran harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta untuk memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pengajaran harus mempertinggi saling pengertian, rasa saling menerima serta rasa persahabatan antara semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan atau golongan penganut agama, serta harus memajukan kegiatan-kegiatan PBB dalam memelihara perdamaian.
III. Ibu-Bapak mempunyai hak utama untuk memilih macam pengajaran yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.
Covenant on Economic, Social and Culture Rights, pasal 13 :
I. Negara-negara peserta dalam perjanjian ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Mereka sepakat bahwa pendidikan akan mengarah pada pengembangan penuh dari kepribadian orang serta kesadaran akan herga dirinya, serta memperkuat rasa hormat terhadap hak-hak manusia serta kebebasan-kebebasan dasar. Mereka selanjutnya sepakat bahwa pendidikan memungkinkan semua orang untuk ikut secara efektif dalam masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan antara bangsa-bangsa dan semua kelompok jenis bangsa, suku atau agama, serta memajukan kegiatan-kegiatan PBB memelihara perdamaian.
II. Negara-negara peserta dalam perjanjian ini mengakui bahwa dalam usaha melaksanakan hak ini secara penuh :
a) Pendidikan dasar dijawabkan dan terbuka bagi semua orang.
b) Pendidikan menengah dalam segala bentuknya termasuk pendidikan teknik dan kejuruan menengah, akan diselenggarakan dan terbuka bagi semua melalui cara-cara yang layak, serta khususnya dengan dimulainya pendidikan cuma-cuma secara bertahap;
c) Pendidikan tinggi akan diusahakan terbuka bagi semua berdasarkan kesanggupan, melalui cara-cara yang layak, serta khsunya dengan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;
d) Pendidikan masyarakat dianjurkan atau ditingkatkan sejauh mungkin bagi mereka yang belum pernah atau belum menyelesaikan pendidikan dasar secara penuh;
e) Pengembangan sistim sekolah pada setiap tingkat digiatkan secara kuat, sistim be siswa yang layak diadakan dan syarat materil dari staf pengajar ditingkatkan secara terus menerus;
III. Negara-negara peserta dalam perjanjian ini bertekad untuk menghormati kebebasan orang tua dan dimana berlaku, wali hukum untuk memilih skolah bagi anak-anaknya selain dari yang didirikan oleh badan-badan Negara, yang memenuhi syarat-syarat minimal pendidikan yang telah ditentukan atau disetujui oleh Negara, serta menjamin pendidikan agama dan moral anak-anaknya menurut keyakinannya masing-masing.
IV. Tiada sesuatu pun dalam pasal ini dapat membenarkan campur tangan dalam masalah kebebasan perseorangan atau badan-badan untuk mendirikan dan membimbing lembaga-lembaga pendidikan, kecuali dengan mengingat pada ketentuan-ketentuan yang disebut dalam ayat pertama pasal ini dan dengan mengingat pada syarat bahwa pendidikan yang diberikan lembaga-lembaga seperti itu sesuai dengan ukuran-ukuran minimal yang ditentukan oleh Negara.
Undang-undang Pokok Tenaga Kerja No. 14 tahun 1969 pasal 6 :
Tiap tenaga kerja berhak atas pembinaan keahlian dan kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian dan keterampilan kerja sehinga potensi dan daya kreasinya dapat diperkembangkan dalam rangka mempertinggi kecerdasan dan ketangkasan kerja sebagai bagian yang tak dapat dipisahkan dari pembinaan bangsa.



KESIMPULAN

Rule of Law adalah undang-undang yang bertujuan membatasi kekuasaan pemerintah/penguasa dalam melakukan pemerintahan, agar tidak sewenang-wenang terhadap rakyat dalam artian melindungi hak-hak asasi manusia yang ada dan melekat pada diri manusia sejak ia dilahirkan yang merupakan anugrah dari Tuhan yang wajib dihormati serta dilindungi baik oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Banyaknya daftar pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa penerapan atau perlindungan HAM di indonesia masih sangat lemah.


DAFTAR PUSTAKA

http://mlatiffauzi.wordpress.com/
http://www.ham.go.id/spt_subtansi.asp?menu=02#top#top
http://organisasi.org/user/godam64
http://brahmana-medan.blog.com/1346085/
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar